Mualem: Saya Minta Maaf...

Muzakir Manaf
Banda Aceh - Ketua Umum DPA Partai Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem mengeluarkan statement, Senin (27/5) sore lalu yang menimbulkan reaksi hingga ke tingkat nasional. Pernyataan Mualem yang ditanggapi pro–kontra serta viral di media sosial tersebut adalah meminta referendum bagi Aceh seperti pernah diberikan kepada Timor Timur.

Mualem menyampaikan hal itu saat memperingati Haul Wali Nanggroe, Almarhum Tgk Muhammad Hasan Ditiro ke–9 (3 Juni 2010–3 Juni 2019) sekaligus buka puasa bersama di Amel Convention Hall pada Senin (27/5) petang. Kegiatan itu diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh ( DPA–PA) dan Komite Peralihan Aceh (KPA).

Dalam acara itu, di hadapan Pangdam IM Teguh Arief Indratmoko, Kapolda Aceh Irjen Pol Rio S Djambak, Kajati Aceh Irdam, dan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Mualem menyampaikan alasan dirinya mengusulkan wacana referendum.

Dalam rekaman video yang banyak beredar, Mualem mengatakan salah satu alasannya karena keadilan dan demokrasi di Indonesia sudah tak jelas dan diambang kehancuran.

“Kita melihat saat ini, negara kita di Indonesia tak jelas soal keadilan dan demokrasi. Indonesia di ambang kehancuran dari sisi apa saja. Itu sebabnya, maaf Pak Pangdam, ke depan Aceh kita minta referendum saja,” kata Mualem yang disambut tepuk tangan para peserta yang hadir.

“Karena, sesuai dengan Indonesia, tercatat ada bahasa, rakyat, dan daerah (wilayah). Karena itu, dengan kerendahan hati, dan supaya tercium juga ke Jakarta, hasrat rakyat dan bangsa Aceh untuk berdiri di atas kaki sendiri,” ujar Mualem lagi yang kembali disambut tepuk tangan lebih riuh.

“Kita tahu bahwa Indonesia, beberapa saat lagi akan dijajah oleh asing, itu yang kita khawatirkan. Karena itu, Aceh lebih baik mengikuti Timor Timur, kenapa Aceh tidak?” ujar Mualem

Terkait wacana referendum Aceh yang dilontarkan Mualem tersebut, Serambi secara khusus pada Kamis (30/5) kembali menghubungi Mualem untuk menanyakan keseriusan atas ucapannya itu. Sayangnya, Mualem tidak bersedia lagi untuk memberi penjelasan mengenai wacana tersebut.

“Saya minta maaf, tidak saya komen lagi masalah ini, karena sudah panas. Kita lihat dulu (keadaan), tapi kita jalan terus sedikit–sedikit,” katanya melalui sambungan telepon.

Gagasan Mualem tersebut ternyata banyak mendapat respons positif dari berbagai pihak, meskipun banyak juga yang kontra. Tiga senator Aceh, Fachrul Razi, Rafli Kande, dan Ghazali Abbas Adan secara terang–terangan memberi dukungan atas wacana tersebut.

Dukungan yang sama juga disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai Aceh (PA) Kabupaten Pidie, H Sarjani Abdullah yang mengatakan bahwa referendum bukan masalah internal Partai Aceh, tapi masalah kepentingan bangsa Aceh ke depan. Karena itu, yang berhak mengeluarkan pernyataan atau statement referendum adalah mereka sebagai pejuang Aceh, bukan partai politik (parpol). “Maka siapa saja pejuang Aceh berhak memperjuangkan referendum,” kata Sarjani Abdulah.

Mantan kombatan GAM yang tergabung dalam KPA Wilayah Peureulak juga menyuarakan hal yang sama. Muntasir Age, salah satu mantan kombatan GAM Wilayah Peureulak, Aceh Timur, mengungkapkan bahwa dirinya dan para kombatan GAM di lapangan terus mengamati berbagai perkembangan yang terjadi pasca damai Aceh.

“Kami belum temukan adanya keseriusan pihak pemerintah soal masa depan Aceh sebagai tertuang dalam perjanjian damai. Konon lagi kondisi negeri ini,” kata Age, Rabu (29/5) malam,.

Dia menyebutkan, apa yang disampaikan Mualem jangan dipersepsikan macam–macam, sebab itu mewakili keresahan masyarakat Aceh terutama eks kombatan yang sebelumnya berjuang di hutan belantara Aceh. “Kita harus rapatkan barisan dan bersatu padu,” pungkas Age.

Ketua Fraksi Partai Aceh di DPRA, Iskandar Usman Al–Farlaky menyampaikan siap memperjuangan terwujudnya referendum di Aceh. Apalagi, masih banyak poin–poin MoU Helsinki yang belum terwujud sampai saat ini. Pemerintah Pusat dinilai masih setengah hati untuk mewujudkan poin–poin MoU tersebut.

“Referendum saya kira menjadi pilihan terbaik untuk Aceh saat ini. Terlebih, referendum adalah salah satu langkah konstitusional di Indonesia, dan juga juga bukan hal baru, Timor Timur sudah melaksanakannya saat Presiden BJ Habibi,” kata mantan aktivis mahasiswa ini.

Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA) meminta Mualem agar menyegerakan pelaksanaan referendum. JASA siap mendukung mantan Panglima GAM tersebut, apa pun risikonya. Pihaknya mengaku sudah sangat gerah dengan tingkah laku pemerintah pusat yang terus–menerus membonsai satu per satu poin yang tertuang dalam perjanjian damai MoU Helsinki, kata Juru Bicara JASA, Zulfikar.

Sumber : Serambi News

1 Komentar

close