Selain Poligami, Rancangan Qanun di Aceh Juga Atur Mahar Boleh Dicicil

 

Banda Aceh - Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Keluarga yang digodok Pemerintah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengatur banyak hal. Selain poligami, dalam qanun juga membahas masalah mahar yang sederhana hingga diperbolehkan mencicil.

Sebagaimana dikutip, Minggu (7/7), aturan terkait mahar ini diatur dalam Rancangan Qanun Aceh tentang Hukum Keluarga (Ahwal Al–syakhshiyah) pada BAB V tentang Mahar. Empat pasal mulai pasal 29 hingga 32 membeberkan soal besaran mahar, cara pembayaran hingga nasib mahar jika terjadi perceraian.

Berdasarkan pasal 29, mahar yang diserahkan suami ke istri yaitu harus disepakati oleh kedua belah pihak. Penyerahan mahar dilakukan secara tunai dan besarannya disepakati.

Namun dalam qanun dianjurkan besaran mahar berlandaskan kesederhanaan dan kemudahan sesuai tuntunan syariat Islam. Dalam pasal ini juga disebutkan, dalam keadaan tertentu mahar boleh dicicil tapi harus ada kesepakatan antara kedua pihak.

Bunyi lengkap pasal 29 yaitu:
(1) Calon suami wajib membayar mahar kepada calon isteri.
(2) Jumlah, bentuk dan jenis mahar sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak dengan melibatkan orang tua atau wali dari masing–masing pihak.
(3) Penentuan mahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada azas kesederhanaan dan kemudahan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
(4) Mahar yang sudah diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada calon isteri menjadi hak pribadinya.
(5) Mahar diserahkan dengan cara tunai.
(6) Dalam hal tertentu mahar dapat diserahkan dengan cara cicilan atau ditangguhkan dan sudah disepakati oleh kedua belah pihak.
(7) Kelalaian menyebut jumlah dan jenis mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya pernikahan.

Sementara pasal 30 mengatur tentang perselisihan soal mahar.
"Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan, diselesaikan dengan musyawarah para pihak dan dapat melibatkan lembaga adat gampong atau nama lain," bunyi pasal tersebut.

Selain itu, qanun keluarga ini juga membahas masalah kecacatan mahar hingga nasib mahar jika terjadi perceraian. Kedua hal itu diatur dalam pasal 31 dan 32.

Bunyi kedua pasal tersebut yaitu:
Pasal 31 (1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, namun calon isteri tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahar dianggap lunas.
(2) Dalam hal calon isteri menolak menerima mahar karena cacat, calon suami wajib menggantinya dengan mahar lain.
(3) Apabila mahar pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diserahkan maka mahar dinyatakan belum ditunaikan.

Pasal 32 (1) Suami yang mentalak isterinya qobladdukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam aqad nikah.
(2) Apabila suami meninggal qobladdukhul seluruh mahar yang ditetapkan menjadi hak penuh isterinya.
(3) Apabila perceraian terjadi qobladdukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mut'ah (hadiah/cuma–cuma).
(4) Apabila perceraian ba'daddukhul dan sudah menetapkan mahar, maka wajib melunasinya.
(5) Apabila perceraian ba'daddukhul dan belum menetapkan mahar, maka wajib membayar mahar mitsil.

Sekadar diketahui, besaran mahar di Aceh berbeda–beda antar setiap kabupaten/kota. Mahar biasanya dibayar dalam bentuk emas murni dengan hitungan mayam. Untuk satu mayam setara dengan 3,33 gram.

Di kabupaten Pidie, misalnya besaran mahar berkisar antara 15 hingga 20 mayam emas murni. Namun ada juga sebagian daerah yang menggabungkan mahar emas dan uang tunai hingga puluhan juta.

Uang tersebut biasanya disebut sebagai uang hangus. Jika sudah ditambahkan uang, besaran emas yang dibayar lebih sedikit. Meski demikian, besaran jumlah mahar di setiap daerah itu masih dapat dikomunikasikan antara kedua belah pihak.

Seperti diketahui, Rancangan Qanun tentang Hukum Keluarga itu masuk dalam Program Legislasi (Prolega) diakhir 2018 lalu. Saat ini, pembahasan masih dilakukan dan rencananya akan digelar Rapat Dengar pendapat Umum (RDPU) pada 1 Agustus mendapat.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh, Musannif, mengatakan, draft qanun tersebut disusun oleh Pemerintah Aceh dan sudah diterima pihak legislatif. Pembahasannya sudah dilalukan sejak awal 2019.

"Dalam qanun ada 200 pasal lebih kurang," kata kata Musannif saat dihubungi wartawan, Sabtu.



Sumber

0 Komentar

close