Terorisme Mulai Masuk ke PAUD


Jakarta - Semua pihak harus sinergis membantu mengatasi penyebaran paham radikal, yang merupakan bibit timbulnya terorisme di Tanah Air.

Ancaman penyebaran paham teroris­me sudah masuk ke lembaga pendidikan mulia dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah me­nengah atas (SMA). Untuk itu, semua pihak harus sinergis mengawasi penyebaran virus paham radikal ini.

“Lembaga pendidikan ini menjadi target dimasukkan paham–paham ini (terorisme). Dimulai dari dasar sampai per­guruan tinggi,” kata Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Hamli da­lam dialog pencegahan teroris­me, di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar–Raniry, Banda Aceh, Rabu (28/8).

Hamli menjelaskan pada tingkat perguruan tinggi pe­nyebaran paham terorisme tersebut dinilai sudah ber­jalan, dibuktikan dengan ba­nyak pelaku yang berlatar belakang lulusan atau maha­siswa dari perguruan tinggi. Namun kini, ancaman penye­baran paham tersebut telah menyisir pada tingkat SMA bahkan PAUD.

“Jadi kalau ada sekolah yang tidak mau lagi pasang bendera Merah Putih atau tidak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya itu jangan dibiarkan. Jadi mohon bantuannya kepada te­man–teman dosen, TNI, Polri, semua untuk mengawasi agar virus seperti itu (terorisme) ti­dak menyebar ke anak–anak kita,” kata Hamli.

Akibatnya, kata Hamli, seperti yang terjadi di salah satu universitas di Jawa Timur. Ketika itu pihaknya melaku­kan wawancara tak langsung kepada sebanyak 6.000 ma­hasiswa baru dan hasilnya menunjukkan 27 persen ma­hasiswa tersebut tidak mau lagi menggunakan Pancasila seba­gai dasar.

“Ini yang kami khawatirkan, 27 persen, gimana nanti rek­tor membenahi anak–anak ini. Kondisi ini yang berat buat kita. Jadi, saya harap kepada TNI, Polri kalau ada sekolah yang minta untuk memberikan ma­teri tentang bela negara segera berikan,” kata Hamli.

Sikap Intoleransi

Hamli menyebutkan teroris­me merupakan gerakan yang paling keras atau ekstrem. Pa­ham terorisme itu tidak serta–merta langsung timbul begitu saja, tetapi bermula dari sikap intoleransi, radikalisme, seh­ingga tumbuh dalam aksi te­rorisme.

“Kebinekaan, keberagaman, perbedaan etnis maupun agama ini sudah menjadi ke­niscayaan di dunia ini. Ber­beda itu biarlah tapi kita saling menghormati,” kata Hamli.

Sementara itu, Menteri Ko­munikasi dan Informatika, Rudiantara meminta platform digital turut bertanggung ja­wab atas konten yang ber­kaitan dengan terorisme dan radikalisme yang menyebar di dunia maya. “Platform harus ikut tanggung jawab,” kata Ru­diantara saat penandatangan­an nota kesepahaman dengan BNPT, di Jakarta, Rabu.

Kementerian Komunikasi dan Informatika meminta platform digital seperti Face­book dan Twitter untuk men­gaktifkan kecerdasan buatan (artificial intelligent) dan ma­chine learning untuk mend­eteksi konten–konten negatif yang beredar di masing–ma­sing platform. Mereka, tambah Rudiantara, harus tanggung jawab kalau ada penyebaran konten radikalisme dan te­rorisme.

Rudiantara menjelaskan selama ini Kominfo sudah bersinergi dengan BNPT un­tuk menanggulangi terorisme dan radikalisme di Indonesia meskipun bukan dalam bentuk yang formal. Kesepahaman ini akan meningkatkan kerja sama antara Kominfo dan BNPT un­tuk atasi terorisme.

“Kita akan terus, diminta atau tidak diminta, mengatasi isu terorisme dan radikalisme,” kata Rudiantara.


0 Komentar

close