Hujan Buatan Dinilai Cara Yang Paling Efektif Untuk Mengatasi Karhutla


Berbagai Lembaga dikerahkan untuk menangani masalah karhutla mulai dari polisi, BNPB, BPPT bahkan bantuan dari warga sekitar pun juga ikut dikerahkan.

Kepala BPPT Hammam Riza menyampaikan, pencegahan karhutla mutlak dilakukan, karena karhutla sangat sulit untuk diatasi. Oleh karena itu, diperlukan hujan buatan yang lebih besar demi harus mengatasi karhutla puluhan ribu hectare.

Salah satu cara untuk mangatasi karhutla adalah dengan menggunakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau hujan buatan.

"Kami terus berfokus melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca di provinsi Riau ini, yang dilaksanakan oleh Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT, guna memadamkan titik api akibat kebakaran hutan dan lahan," papar Hammam di Pekanbaru, Senin (16/9)

Ia menyebut TMC merupakan langkah penting, terkait pengurangan risiko bencana karhutla. "Dengan pelaksanaan hujan buatan ini, kami juga berupaya melakukan manajemen mitigasi bencana, melalui solusi teknologi modifikasi cuaca," jelasnya.

Dibandingkan dengan provinsi yang tidak melakukan TMC, pelaksanaan TMC untuk karhutla di Riau disebut Hammam, mampu menekanhotspot. "Namun dengan adanya peningkatan eskalasi pada beberapa hari terakhir ini, maka masih ada upaya bersama yang harus diperbaiki," jelasnya.

Operasi TMC terang Hammam, mampu menghasilkan air dalam jumlah yang sangat banyak. Hingga jutaan meter kubik perhari jika dilakukan pada saat yang tepat.

"Namun ini tergantung dari ketersediaan awan. Oleh karena itu pelaksanaanya harus terencana dengan baik, serta memerhatikan level air gambut dan keberadaan awan," paparnya.

Untuk bisa melakukan peran penanganan karhutla dengan optimal, Hammam meminta agar BPPT diberikan penugasan nasional dan memiliki independensi melakukan operasi TMC yang berkelanjutan.

"Agar operasi TMC dapat dilakukan secara berkelanjutan, kami juga butuh didukung oleh anggaran, peralatan utama yakni pesawat, dan kesiapan sumberdaya manusia, mulai dari perekayasa, peneliti, dan pelitkayasa," papar Hammam.

Lebih lanjut, Hammam mengatakan, bahwa dalam waktu sebulan ke depan yang masih kering sesuai dengan perkiraan BMKG, BPPT akan terus berupaya melakukan peningkatan efektifitas TMC dengan menambahkan penggunaan upaya Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai.

"Kami akan tingkatkan upaya TMC, dengan upaya Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai, disemai pagi hari untuk meningkatkan kualitas udara yang memudahkan pertumbuhan awan. Setelah awan tumbuh baru disemai dengan NaCl pada siang hingga sore," jelasnya.

Hammam mengharapkan, TMC atau modifikasi cuaca harus dilakukan secara sistemik. Kontrol terhadap kandungan air lahan gambut baik berupa kelembapan gambut maupun tinggi muka air gambut harus selalu terkendali, baik melalui sistem informasi, penyebaran sensor IOT, dan integrasi big data lahan gambut.

Sedangkan dari pihak BNPB telah menyiagakan sejumlah pesawat yang diterjunkan untuk mengantisispasi dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melalui hujan buatan.

"Mulai Senin (16/9) kemarin datang dua pesawat tambahan untuk perkuatan operasi teknologi modifikasi cuaca/hujan buatan di Pekanbaru, yaitu Cassa 212–200 kapasitas 1 ton dan Hercules C–130 kapasitas 4 ton. Sehingga saat ini tersedia empat pesawat yaitu Cassa 212–200 dari BPPT dan tiga pesawat bantuan TNI," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (17/9).

Seluruh pesawat, lanjut Agus, akan beroperasi di enam provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Pergerakan pesawat nantinya sesuai dengan keberadaan awan potensi hujan hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Agus mengungkapkan, pesawat CN 295 pagi ini telah diberangkatkan ke Palangkaraya Kalimantan Tengah. "Karena menurut laporan BMKG sudah terdapat potensi awan hujan. Pesawat akan melakukan operasi penyemaian awan hujan di wilayah Kalimantan agar bisa menjadi hujan untuk membantu pemadaman karhutla di Kalimantan," tutur Agus.

Hujan buatan pun diadakan untuk mengantisipasi dampak karhutla. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan saat ini kandungan polutan di Riau, khususnya di Kota Pekanbaru sudah melebihi ambang batas garis merah.

"Kami melihat di Pekanbaru sejak 9 September lalu sudah mulai ambang batas garis merah. Kemudian melonjak lagi hingga 300 mikron. Inilah alasan hujan buatan harus segera dibuat," tegas Dwikorita.

Namun, pihaknya mengaku kesulitan melakukan hujan buatan. Sebab, sejak Juli hingga hari ini langit di Indonesia hampir selalu dan bersih hampir tidak ada awan.

"Sehingga upaya yang dilakukan sejak Juli untuk membuat hujan buatan itu tidak mudah, karena untuk berhasil bibit–bibit awan yang akan disemai itu hampir tidak ada,” lanjut Dwi.

Akan tetapi, Dwi mengatakan sejak Jumat (13/9) pukul 22.00 WIB, BMKG mulai mendeteksi awan hujan di beberapa daerah di Indonesia mulai. Awan mulai terlihat di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Papua.

Sehingga, BMKG pun meminta bantuan dari BNPB untuk segera menerjunkan personelnya dan bersiap menciptakan hujan buatan dengan menembakkan garam ke awan hujan.

"Setiap menit kita pantau kapan awan muncul, kami minta Pak Doni (Doni Monardo Kepala BNPB) untuk segera bertindak di lapangan menembak awan itu dengan garam supaya menyemaikan untuk awan hujan,” tambah Dwikorita.

0 Komentar

close