Waspada! Ini Lebih Berbahaya dari Hiu, Sering Jadi Pembunuh Massal di Pantai

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memberi peringatan keras kepada para pengunjung pantai akan bahaya Rip Current.

Karena Rip Current dinilai menjadi penyebab kematian terbesar alias massal di pantai daripada hiu ataupun siklon dan banjir.


Kepala BMKG, Dr. Dwikorita Karnawati menjelaskan, Rip atau Back Current terjadi karena adanya pertemuan ombak yang sejajar dengan garis pantai.

Hal ini berakibat pada arus balik dengan kecepatan tinggi hingga lebih dua meter per detik, tergantung kondisi gelombang, pasang surut dan bentuk pantai.

"Rip Current merupakan arus kuat air yang bergerak menjauh dari pantai sehingga dapat menyapu perenang terkuat sekalipun," kata Dwikorita melalui keterangan tertulisnya.

Dia pun mengingatkan agar masyarakat yang bermain di pantai tetap waspada dengan kehadiran rip current. Salah satunya dengan menaati rambu-rambu yang telah dibuat oleh petugas.

Sementara ketika terseret rip current usahakan untuk tak melawan arus, berenang keluar dari arah arus, dan usahakan tetap berada di permukaan air.

Tak hanya itu, ia juga menyampaikan jika hingga akhir Juli ini perairan laut di Indonesia akan mengalami kenaikan tinggi gelombang. Karenanya, masyarakat diminta tetap waspada dengan menunda penangkapan ikan secara tradisional hingga gelombang tinggi reda.

Dia meminta agar masyarakat yang menggunakan transportasi laut dan nelayan mewaspadi gelombang tinggi yang diprakirakan pada 23 hingga 28 Juli mencapai ketinggian 2.5-6.0 meter dan puncak ekstrimnya terjadi pada hari ini dan besok, yaitu 24 dan 25 Juli dengan peningkatan gelombang tinggi hingga 4 sampai 6 meter (sangat berbahaya).

Gelombang tinggi dalam kategori sangat berbahaya itu diramalkan berpeluang terjadi di Perairan Sabang, Perairan Utara dan Barat Aceh, Perairan Barat Pulau Simeulue hingga Kepulauan Mentawai.

Kemudian Perairan Barat Bengkulu hingga Lampung, Samudera Hindia barat Sumatra, Selat Sunda bagian selatan, Perairan selatan Jawa hingga Perairan Sumba, Selat Bali-Selat Lombok-Selat Alas bagian selatan, Samudera Hindia Selatan jawa hingga NTB.

"Sementara tinggi gelombang 2.5 sampai 4 meter (berbahaya) berpeluang terjadi di Perairan Sabang, Perairan Barat Utara dan Barat Aceh, Perairan Barat Pulau Simeulue hingga Kepulauan Mentawai, Perairan Barat Bengkulu hingga Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Perairan Selatan Jawa hingga Perairan Sumbawa, selat Bali-Selat Lombok-Selat Alas bagian Selatan, Perairan selatan Perairan Sumba, Laut Sawu, Perairan Selatan-Pulau Rote.

Sedangkan Untuk tinggi gelombang 1.25 hingga 2.5m (sangat waspada) berpeluang terjadi di Laut Jawa bagian Timur, Perairan timur Kotabaru, Selat Makassar bagian selatan, Laut Flores, Perairan Baubau-Kepulauan Wakatobi, Laut Banda, Perairan selatan Pulau Buru-Perairan Seram, Perairan Kepulauan Kei-Kepulauan Aru, Perairan Kepulauan Babar-Kepulauan Tanimbar, Perairan Barat Yos Sudarso, Laut Arafuru, dan Perairan Jayapura.

Gelombang tinggi di Perairan Selatan Indonesia dipicu oleh kecepatan angin yang tinggi disekitar wilayah kejadian Mascarene High di Samudera Hindia (Barat Australia) dan terjadinya swell akibat dari kejadian mascarene high yang menjalar hingga wilayah Perairan Barat Sumatera, dan Selatan Jawa hingga Pulau Sumba.

"Mascarene High itu sendiri merupakan kondisi tekanan tinggi yang bertahan di Samudera Hindia (barat Australia) yang memicu terjadinya gelombang tinggi di Perairan Selatan Indonesia," jelasnya.
sumber

0 Komentar

close