Kapolda Sumbar : Tak Benar Ada Ribuan Teroris di Sumbar


PADANG – Kapolda Sumbar, Irjen Fakhrizal memastikan pernyataan pengamat terorisme, Al Chaidar terkait adanya ribuan teroris di Sumbar tidak benar. Dari klarifikasi ke pihak Densus 88 Polri, Sumbar bukan daerah basis yang dihuni oleh banyak teroris. Sejauh ini, Sumbar dalam kondisi aman dan kondusif.

Irjen Fakhrizal mempertanyakan data yang dikemukakan Al Chaidar ke sejumlah media. “Datanya darimana? Saya sudah melakukan kroscek, pernyataan itu tidak benar. Sampai sekarang Sumbar aman, dan bukan basis terorisme seperti yang disebutkan sang pengamat,” terang Fakhrizal, Minggu (19/8) malam.

Dituturkan Fakhrizal, dirinya sudah meminta klarifikasi kepada Densus 88 terkait persoalan ini. “Tidak benar. Data Densus 88 tidak begitu. Nanti kita (pihak kepolisian-red) akan meminta klarifikasi langsung kepada Al Chaidar,” ungkap Kapolda asal Agam tersebut.

Kapolda Sumbar menjamin keamanan daerah yang dipimpinnya. Pengamanan di beberapa lokasi, terutama wilayah perbatasan ditingkatkan. Gunanya, untuk mengantisipasi masuknya teroris ke Sumbar. “Perbatasan dengan Riau dan Jambi diperketat untuk mengantisipasi hal-jal yang tidak diinginkan. Sejauh ini Sumbar dalam kondisi kondusif,” tegas Kapolda.

Terkait penangkapan lima orang terduga teroris di Sumbar, dijelaskan Fakhrizal, pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Densus 88. “Kewenangan pemeriksaan ada di Densus. Kita hanya bisa menunggu hasilnya. Sejauh apa keterlibatan orang-orang yang ditangkap. Apakah benar terlibat jaringan terorisme, atau hanya sekadar simpatisan,” papar Kapolda.

Dilaporkan Ormas
Jumat (17/8), pengamat terorisme Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Al Chaidar dilaporkan ke Polda Sumbar dengan tuduhan fitnah oleh sejumlah ulama yang berasal dari sebelas ormas Islam. Pelaporan terhadap Al Chaidar disampaikan Ketua Majelis Tinggi Kerapatan Adat Minangkabau (MTKAM), Irfianda Abidin. “Al Chaidar dilaporkan atas tuduhan fitnah. Pernyataannya berpotensi memicu kegaduhan di tengah masyarakat,” terang Irfianda usai membuat laporan di SPKT Polda Sumbar sekitar pukul 14.30 WIB.

Irfianda menyebutkan, jalan melaporkan Al Chaidar diambil setelah banyaknya masyarakat yang berkomentar dan menghubungi para ulama terkait pernyataan Al Chaidar di media massa. Atas dasar itu, tokoh lintas ormas di Sumbar menggelar rapat pada Selasa (14/8). Rapat tersebut membahas dampak pernyataan Al Chaidar.

“Hasil dari rapat, semua ormas sepakat melaporkan permasalahan ini ke pihak kepolisian. Kami (tokoh lintas ormas) merasa dampak dari ucapan fitnah tersebut berpotensi membuat gaduh terhadap masyarakat, baik yang ada di kampung, atau di rantau. Bisa jadi tetangganya akan mencap Sumbar adalah turunan teroris, orang luar juga tidak mau berinvestasi di sini, karena ketakutan. Ujung-ujungnya ekonomi Sumbar anjlok, mempengaruhi pariwisata Sumbar, dan kecemasan orangtua terhadap keamanan anaknya,” papar Irfianda.

Setidaknya, menurut Irfianda, ada sebelas ormas Islam yang ikut melaporkan Al Chaidar, tapi hanya lima ormas yang dibolehkan masuk. Diantaranya, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), MTKAAM, Forum Masyarakat Minang (FMM), Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) dan Indonesyam. “Sebagian dari ormas menunggu di luar ruangan,” sebut Irfianda. 

Minta Maaf
Al Chaidar yang tahu pernyataannya melukai hati orang Minangkabau sudah menyatakan permintaan maafnya dan bersedia datang ke Sumbar untuk menjelaskan duduk persoalan."Ya, saya tetap takzim dengan ulama. Saya terima dimarahi. Marahnya ulama adalah pelajaran berharga. Saya meminta maaf atas angka tersebut dan akan saya pertanggungjawabkan serta saya bersedia didatangkan ke Sumbar untuk menuruti permintaan ulama dalam membuktikan datanya," kata pengajar Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh itu saat dihubungi Haluan, Kamis(16/8).

Ia mengaku bahwa sejumlah pesan pribadi dari ulama, ustaz, dan aktivis Islam di Sumbar masuk melalui ponselnya untuk mengingatkan tentang polemik yang terjadi. Chaidar menyebutkan, untuk kondisi saat ini maka lebih penting melawan terorisme ketimbang mempersoalkan angka-angka jumlah teroris.

Ia mengapresiasi ulama yang sudah bersedia melawan terorisme di Sumbar selama ini. Sayang, menurutnya, langkah ulama belum dibarengi dengan upaya serupa oleh pemerintah. "Para ulama Sumbar sebenarnya bukan marah ke saya, tapi mereka kesal dengan pemerintah yang semakin sekuler dan cenderung memanjakan aliran-aliran sesat dan menuduh Teroris terhadap semua yang kritis kepada pemerintah," kata Chaidar.

Baginya yang terpenting, ia menyampaikan teori dan opsi akomodatif. Apalagi beberapa waktu lalu ulama di Sumbar kencang menolak konsep 'Islam Nusantara'. Mengacu hal ini, ia mendesak pemerintah pusat lebih peka dan tidak mengabaikan aspirasi para ulama dan tokoh adat dari Tanah Minang.

Menurutnya, sikap pemerintah pusat dengan mempertimbangkan penolakan Sumbar atas 'Islam Nusantara' akan mendinginkan hati orang-orang beriman dan membentengi potensi radikalisme di Sumbar. "Karena seperti saya katakan menjinakkan teroris itu sebenarnya asal pemerintah menghormati syiar-syiar syariah yang diyakini umat Islam. Saya yakin FPI, MMI, MUI akan membenarkan bahwa potensi adalah energi. Tinggal kanalisasinya yang harus pas agar energi terpendam itu jadi positif bagi bangsa," katanya.

Al Chaidar menjelaskan, seluruh data yang disampaikan merupakan data yang pihaknya kumpulkan melalui kajian resmi di kampus Universitas Malikussaleh, Aceh. Pengambilan datanya, ujar Chaidar, dilakukan dari penelitian di lapangan dan data-data sekunder dari internet dan korespondensi surat elektronik dengan sejumlah sumber. "Itu database penelitian kami, penelitian reguler yang sifatnya database. Setiap ada kesempatan saya update data, karena di berbagai tempat," kata Chaidar.

Chaidar menyebutkan, sebanyak 3.000 anggota teroris tersebut berafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansahrut Khilafah (JAK). Kajian yang dilakukan Chaidar juga memasukkan orang-orang seperti keluarga dari anggota ke dalam 'angka 3.000' tadi. Dari angka sebanyak itu, kelompok-kelompok terorisme di Sumbar justru dilatih oleh oknum dari dalam daerah sendiri. "Sebarannya di Bukittinggi, Payakumbuh, dan beberapa tempat lain. Batusangkar juga ada. Dengan tempat latihan ada di Bukittinggi dan Mentawai," kata Chaidar.

Terkait pola penyebaran paham terorisme di Sumbar pun, Chaidar menyebut sulit terdeteksi. Ia mengatakan, ada anggota teroris yang memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi dan menyebarkan pahamnya. Tak hanya via media sosial, penyebaran paham terorisme juga lebih banyak dilakukan secara langsung, melalui komunikasi dua arah. "Kalau di Surabaya itu keluarga-keluarga itu bertemu langsung. Jadi tidak melalui Whatsapp, atau medsos. Tidak melalui telepon," kata Chaidar.

Terkait respons keras yang bermunculan setelah komentarnya di sebuah koran, Chaidar justru menyebutkan bahwa angka '3.000' terbilang moderat dibanding provinsi lain di Indonesia. Ia mengatakan daerah-daerah lain justru memiliki jumlah anggota jaringan teroris yang lebih banyak. Jawa Barat misalnya, diperkirakan memiliki 3.000 anggota jaringan teroris. Sementara, Jawa Timur angkanya lebih tinggi yakni 5.000-an orang. (harian haluan)

0 Komentar

close