Begini Inovasi Benih Padi IF8 yang Bikin Munirwan Kades Berpestasi di Aceh Jadi Tersangka


Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara, Tgk. Munirwan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan benih padi IF8 tanpa label. Ia telah ditahan di Mapolda Aceh pada Selasa (23/7/2019).

Apa yang membuat Direktur PT. Bumides Nisami, Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara itu jadi tersangka?

Awalnya pemerintah Aceh pada tahun 2017 mengembangkan benih IF8 di Aceh Utara. Saat itu benih IF8 diuji coba oleh petani Aceh Utara dengan harapan agar produktivitas hasil panen meningkat. Kala itu, benih IF8 langsung diserahkan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.

Lalu, petani di Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam mencoba melakukan budidaya benih IF8 dan berhasil. Buktinya hasil panen petani jauh meningkat dibanding saat menggunakan benih biasa. Dengan menggunakan benih IF8, petani di Aceh Utara mampu meraup hasil panen sebanyak 10 ton. Sebelum menggunakan benih IF8, petani hanya mampu panen sekitar tujuh ton.

Dari inovasi ini, lalu Kepala Desa Meunasah Rayeuk Tgk. Munirwan memperbanyak benih IF8 dan dijual kepada kalangan petani setempat. Produk benih itu dikemas dan diberi nama IF8. Pengembangan benih ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Gampong atau Desa (BUMD) di Desa Meunasah Rayeuk, dan benih ini sudah digunakan oleh ratusan petani di wilayah Aceh Utara.

Namun yang menjadi persoalan, benih IF8 yanh beredar di Aceh Utara itu tidak ada izin. Produk tersebut tidak ada Sertifikasi dan label sehingga dianggap melanggar aturan sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman dan peraturan pemerintah RI nomor 44 tahun 1995 tentang pembenihan tanaman yang melarang peredaran benih tanpa label.

Sehingga Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) melaporkan kasus ini ke Polda Aceh, meskipun Kadistanbun Aceh A. Hanan membantah tidak pernah membuat laporan.

"Untuk maksud tersebut, kami melaporkan kepada bapak agar dapat mengambil langkah–langkah penertiban sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," bunyi surat yang ditujukan untuk Kapolda Aceh dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh yang ditandatangani langsug oleh Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh A. Hanan pada tanggal 28 Juni 2019.

Terlepas dari persoalan hukum, benih padi IF8 ini telah mendapat pengakuan di level nasional. Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah memberikan penghargaan kepada desa Meunasah Rayeuk karena mampu menciptakan inovasi lewat benih IF8. Keuchik Munirwan juga mendapat penghargaan dari pemerintah Aceh karena mampu mengelola dana desa dengan baik lewat inovasi tersebut.

Dilansir Kompas.com, benih IF8 merupakan hasil penemuan dari kalangan petani di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah pada tahun 2012. Lalu seorang Dosen pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Alam Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dwi Andreas Santosa melakukan inovasi dengan mendorong para petani di Karanganyar untuk mengembangkan bibit padi IF8.

"Saya ini bukan penemu benih itu. Saya hanya mendorong saja kawan–kawan petani di Karangayar. Diujicoba sampai 13 kabupaten/kota di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur,” kata Prof Dwi yang juga Ketua Asosiasi Bank dan Benih Tani Indonesia (AB2TI) Pusat, Jumat (28/6/2019).

Dia menyebutkan, benih itu mulai diperkenalkan sejak tahun 2012 lalu. Masuk ke Aceh tahun 2017 dan diterima oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bersama jajaran dinas pertanian.

“Saat itu tahun 2017. Ada 400 hekatar lahan mau ditanami padi. AB2TI Aceh mengontak saya tanya apa benih yang bagus. Saya bilang 200 hekar coba IF8 dan sisanya Ciherang. Waktu terima bibit itu ada Gubernur Aceh lo, Pak Irwandi saat itu,” katanya.

Menurutnya, hasil panen padi dengan menggunakan benih IF8 mencapai 11,6 ton per hektar, bahkan di Pulau Jawa bisa sampai 13 ton.

"Bahkan, harga gabah dari benih IF8 juga lebih mahal yaitu Rp 5.800 per kilogram dibanding varietas lain yaitu Rp 4.700 per kilogram. Harga itu data tahun 2017. Saat panen perdana padi itu di Aceh,” katanya.

Kembali lagi ke kasus yang menjerat Tgk. Munirwan, kini kalangan petani di Aceh, LSM, NGO HAM meminta kepada pemerintah Aceh untuk mencabut laporan polisi terhadap Tgk. Munirwan.

Polda Aceh juga diminta untuk melakukan penangguhan penahanan terhadap Tengku Munirwan. Mereka menilai, menurut kacamata hukum dan keadilan, kasus ini sarat dengan kepentingan. Dalam kasus ini mereka menyebut tidak ada pihak yang dirugikan, justru para petani diuntungkan dengan hasil panen yang meningkat.

Polda Aceh hingga kini belum memberikan keterangan resmi terkait kasus ini kepada awak media.

"Sejauh ini kami belum bisa menyampaikan keterangan terkait kasus ini, kami masih menunggu pimpinan Dirkrimsus Polda Aceh terkait kasus ini. Soal penangguhan penahanan, kita juga menunggu arahan pimpinan," kata Kasubdit I/Indagsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh M. Isharyadi F. S.Ik kepada wartawan, Kamis.


0 Komentar

close