Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A Hanan MM: Hentikan Menghujat Saya di Media Sosial


Banda Aceh - KEPALA Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A Hanan MM berharap mulai hari ini tidak ada lagi netizen yang menghujat dirinya di media sosial (medsos) setelah Tgk Munirwan, tersangka kasus pengedaran bibit padi jenis IF8 tak berlabel itu dikabulkan penangguhan penahanannya oleh Kapolda Aceh.

“Saya berharap semua medsos yang selama ini menghujat, saya sengaja tidak menanggapi di medsos, saya pikir sudah bisa dihentikan,” kata Hanan yang hadir bersama Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani dalam konferensi pers kemarin.

Awalnya, Hanan tidak menjelaskan secara terang hujatan seperti apa yang selama ini diterimanya. Tapi kemudian, Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Saladin menanyakan kembali kepada Hanan bentuk hujatan itu. “PKI, ada kata–kata seperti,” jawab Hanan polos.

Terkait dengan ujaran kebencian dan fitnah, Saladin meminta masyarakat untuk berhenti menyebarkan informasi yang tidak jelas sumbernya di medsos, termasuk tidak boleh menghujat. Pihaknya bisa saja menindak orang–orang yang melakukan ujaran kebencian jika ada yang melapor.

“Saya minta mulai hari ini (kemarin –red ) kalau ada informasi yang tidak jelas, jangan coba–coba bermain di medsos. Kalau setelah ini ada yang menghujat tidak berdasarkan fakta, fakta pun tidak boleh dihujat, akan kena Undang–Undang ITE,” katanya mengingatkan sambil meminta Hanan untuk melapor ke pihaknya jika masih ada orang yang menghujatnya di medsos.

Kadistanbun Aceh A Hanan juga memperjelaskan tentang surat berkop dinas yang dia pimpin yang sempat viral di medsos. Surat bernomor 520/937/IX tanggal 28 juni 2019 itu ditujukan kepada Kepala Kepolisian Daerah Aceh dengan perihal: penyaluran benih tanpa label.

Isi surat itu menerangkan bahwa telah ditemukan peredaran benih di Kecamatan Jambo Aye, Seuneuddon, dan Langkahan, serta telah beredar juga di Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Timur dengan perkiraan 60 ton.

Dalam tahap prosessing benih ditemukan di Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara dengan perkiraan calon benih sebesar 150 ton. “Untuk maksud tersebut kami laporkan kepada Bapak agar dapat mengambil langkah–langkah penertiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” bunyi salah satu poin surat itu.

“Saya sampaikan kembali, surat ini bukan surat melaporkan seseorang. Kami sudah melakukan pembinaan sebelumnya, dan diawali laporan dari petugas di kabupaten. Petugas kita di kabupaten, mengeluhkan (keberadaan) penangkar (yang menjual bibit tak berlebel) yang ada di Kabupaten Aceh Utara itu sendiri,” katanya.

Untuk menindaklanjuti kasus itu, Distanbun Aceh menurunkan tim ke lapangan, jauh sebelum kasus itu mencuat. Setelah turun ke lapangan, tim dapati adanya peredaran bibit padi tak berlabel.

“Kemudian Pak Dir (Reskrimsus Polda Aceh) memanggil kami mempertanyakan sejauh mana yang sudah dilakukan pembinaan dilapangan dan buat secara tertulis, makanya kami buat secara tertulis (laporan itu), ini bukan laporan seseorang,” ulas A Hanan.

Setelah kasus ini selesai nantinya, apakah Distanbun Aceh akan mengurus sertifikat dan melabelkan bibit padi jenis IF8? Hanan menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa memastikan bisa melabelkan bibit itu karena belum diketahui siapa pemilik atau penemu bibit itu.

“Tapi kami sekarang hari ini sedang melakukan penelitian untuk pelepasan benih unggul varietas asal Aceh, ada lima varietas. Itu sedang kita melakukan pengujian di Kabuapten Aceh Barat Daya, kita upayakan untuk lepas seperti varietas batuta (batat dan tungang) yang sedang dikembangkan dan bekerja sama dengan Unsyiah,” pungkasnya.


0 Komentar

close