Pergi Kerja ke Malaysia 2015, Safridawati hingga Kini Tak Kembali


Banda Aceh - Safridawati warga Gampong Krueng Lingka, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara, Aceh tak kunjung kembali usai berangkat ke Malaysia sejak 2015 menggunakan jasa agen tenaga kerja.

Bahkan, wanita berusia 27 tahun itu tak pernah lagi menghubungi keluarganya yang ada di kampung halaman dalam beberapa tahun terakhir. Pihak keluarga yang panik dan ketakutan, sempat berpikir bahwa putri bungsu tersebut diduga telah menjadi korban perdagangan manusia.

Nurdin, ayah dari Safridawati, bersama kuasa hukum dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mendatangi Kepolisian Daerah Aceh, di Kota Banda Aceh, Aceh, pada Senin (13/1). Tujuannya untuk membuat laporan perihal dugaan kasus yang dialami anaknya.

“Hari ini, Nurdin melaporkan kasus ini ke Polda Aceh guna mencari keberadaan Syafridawati, putrinya, yang saat ini hilang di Malaysia,” kata Ketua YARA, Safaruddin saat membuat laporan, Senin (13/1).

1. Diduga Safridawati menjadi korban perdagangan manusia
Perdagangan manusia atau human trafficking, menjadi dugaan sementara dari pihak kuasa hukum Nurdin dalam kasus yang dialami putrinya tersebut.

Pernyataan itu disampaikan oleh ketua YARA berdasarkan kesimpulan dari keterangan orangtua Safridawati dan sejumlah bukti–bukti lainnya yang dianggap mendukung.

“Setelah kita diskusikan dan kita cek segala macam, kesimpulan saya, ini masuk dalam jaringan perdagangan manusia. Safridawati diduga menjadi korban perdagangan manusia,” kata Safaruddin.

2. Sebelum berangkat ke Malaysia, agen yang membawa Safridawati sempat beberapa kali mendatangi rumah Nurdin
Safridawati anak dari Nurdin diduga telah hilang di Negeri Jiran. Ia hilang usai dibawa dan berangkat bersama seorang warga kampung tempat Nurdin tinggal berinsial Mu. Ia diduga sebagai agen pembawa tenaga kerja ke Malaysia.

Safaruddin mengatakan, kliennya bercerita jika sebelumnya Mu sempat beberapa kali mendatangi rumahnya untuk mengajak putri bungsunya kerja ke Malaysia. Namun, selaku orangtua, Nurdin menolak tawaran tersebut dan tidak ingin membiarkan anaknya pergi.

“Ada orang berinsial Mu, satu kampung Pak Nurdin ini datang (ke rumahnya). Datang berulang–ulang meminta agar anaknya bisa dipekerjakan di Malaysia. Datang sekali, tidak dikasih (ditolak), mungkin karena mengingat anaknya bungsu. Datang kedua kali juga dikatakan jangan,” ujarnya.

3. Iming–imingkan gaji besar bila bekerja di Malaysia
Mu yang datang ke rumah Nurdin dan menemui Safridawati, ternyata tidak hanya sekadar menawarkan kerja. Ia juga mengiming–imingi dara 22 tahun tersebut gaji besar apabila bekerja ke Malaysia.

Selain itu, Safridawati juga dikatakan tidak perlu repot–repot untuk mempersiapkan atau mengurus seluruh berkas untuk dapat pergi ke negeri seberang itu. Sebab, semua telah diurus oleh Mu, selaku agen yang membawanya. Bahkan untuk meyakinkan targetnya, Mu pun datang bersama sang suami untuk menjumpai Nurdin beserta keluarganya.

“Lalu ketiga kalinya datang dengan membawa suaminya. Suaminya mengatakan ini dijamin akan dipekerjakan dan dapat gaji Rp3 juta. Nanti Pak Nurdin juga tiap bulan dikirim uangnya,” ungkap Safaruddin menceritakan.

Safridawati pun akhirnya dijemput oleh Mu dan suaminya pada 18 Agustus 2015 silam, dengan menggunakan mobil. Benar saja, Safridawati dikatakan oleh sang ayah, tidak perlu menyibukan diri dengan berkas keberangkatan sebab semua telah diurus oleh Mu.

“Paspor sudah dan lain–lainnya sudah diurus sama Mutia. Mereka datang (menjemput) dengan menggunakan mobil. Setelah itu berangkatlah mereka ke Malaysia.”

4. Ketika di Malaysia hanya beberapa kali komunikasi
Ketika awal–awal di Malaysia, Safridawati dikatakan masih ada komunikasi dengan pihak keluarga. Belakangan, putri bungsu Nurdin itu mulai jarang memberikan kabar ke kampung halaman. Pihak keluarga mengaku, Safridawati ada memberi kabar ketika bulan puasa 2016 dan terakhir tahun 2017.

“(Awal) sampai di Malaysia, sempat kasih kabar. Kemudian (hilang), lama tidak ada kabar dan bulan puasa 2016, menelepon keluarga sekali dengan memakai nomor Malaysia.”

Meskipun demikian, pihak keluarga sempat merasa curiga, sebab korban mengaku tidak memiliki uang untuk pulang dan ia bekerja namun tidak diberikan gaji dari tempatnya bekerja.

“Dikatakan bahwa ia di Malaysia kerja tetapi tidak ada uang untuk pulang karena tidak ada gaji. Itu bicaranya sambil nangis. Kerjanya tidak tahu di mana. Setahun kemudian, 2017, ditelepon lagi pakai nomor Malaysia, ternyata hal yang serupa. Dia katakan tidak punya uang untuk pulang, sambil nangis," ungkapnya.

5. Terakhir keluarga berkomunikasi tahun 2017
Komunikasi antara pihak keluarga dan Safridawati di tahun 2017 dari Malaysia, menjadi yang terakhir kalinya. Sejak saat itu, kabar dari wanita yang hanya mengenyam pendidikan SMA tersebut tidak pernah didengar lagi oleh keluarganya.

“Itu yang terakhir dan sampai sekarang tidak pernah menelepon lagi,” ujar Ketua YARA menceritakan apa yang dialami kliennya tersebut.

0 Komentar

close