17 Tahun Damai Aceh, Hak Bekas Kombatan GAM dan Korban Konflik Tak Kunjung Terpenuhi

Proses reintegrasi mantan kombatan GAM dengan masyarakat Aceh dinilai sudah berlangsung dan berjalan lancar. Namun demikian, ada sejumlah kendala terkait hak-hak para mantan kombatan GAM ini.

Hal itu disampaikan Deputi II Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Amni, dalam diskusi yang digelar Aceh Resource and Development (ARD) yang membahas soal percepatan penyelesaian hak-hak eks kombatan, eks tapol napol, dan korban konflik di Aceh.

"Alhamdulillah proses reintegrasi ini sudah berlangsung. Pihak GAM sudah mengintegrasi semua pasukannya dan masyarakat sudah hidup dalam masyarakat. Namun ada hak-haknya yang belum tersampaikan dan terpenuhi. Tidak semuanya," kata Amni di lokasi acara Kriyad Muraya Hotel, Banda Aceh, Rabu (27/7).

Dia menyebutkan, selama ini kendala dalam pembagian tanah untuk mantan kombatan karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak memiliki kewenangan untuk memberikan lahan tersebut dalam kawasan hutan.

"Di sejumlah Kabupaten/kota itu tidak punya tanah areal penggunaan lain (APL) dan itu menjadi kendala yang sangat besar. Karena bupati daerah itu sendiri, dia punya kekuasaan untuk memberikan tanah untuk diretribusikan dalam kawasan APL," tutur Amni, dikutip Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (27/7).

Sementara itu, Khairil dari Koalisi NGO HAM, menyebutkan bahwa pihaknya sudah pernah mengirim surat ke BRA terkiat jumlah data korban konfilik yang sudah menerima lahan. Namun hingga saat ini, surat itu tidak ada jawaban.

"Di mana lahan itu akan di berikan, sebab kita tahu semua lahan di Aceh ini sudah banyak perusahaan yang berdiri. Bagaimana mekanisme pembagian lahan tersebut," ujar Khairil.

Ditambahkan praktisi hukum, Siti Rahmah, persoalan ini perlu keseriusan dari para pemangku kepentingan di Aceh, agar bisa mengambil kebijakan yang dapat menyejahterakan masyarakat utamanya korban konflik.

"Sebab ini sudah bertahun-tahun tapi belum ada kejelasan dari pihak pemerintah. Hari ini banyak permaslahan yang belum konkret. Ini hanya butuh regulasi saja, kalau regulasinya sudah jalan maka bisa jalan," ujarnya.

Di sisi lain, Deputi I BRA Bidang Kebijakan dan Kajian Strategis, Agusta Mukhtar menyampaikan, selama ini yang menjadi permasalahan pembagian tanah untuk bekas kombatan GAM adalah banyak daerah di Aceh yang tak punya lahan.

"Adapun lahannya, tapi tidak bagus kan sama saja. Ini masalah tanah adalah amanah MoU Helsinki," katanya.

Sementara itu, Dosen Hukum USK, Bakti Siahaan, menyebutkan bahwa Tapol-Napol dan orang-orang korban konflik yang jumlahnya tentu berbeda. Bekas Kombatan sebanyak 37.000 lebih, Tapol-Napol 4.000 lebih, dan korban konflik lebih dari 3.000 orang.

"Di sini harus memperjelas posisi BRA, apakah bersifat final untuk menyatakan proses penyelesaian hak-hak korban konflik, sehingga kita akan bertanya siapa yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan hak-hak," sebutnya.

Dia berharap dari forum diskusi ini harus muncul keseriusan siapa dan melakukan apa untuk menyelesaikan lahan mantan kombatan, Tapol-Napol, dan korban konflik.

Menurutnya, kalau diserahkan kepada BPN mereka harus ada intruksi khusus, mereka kerja sangat domenklaturis.

"Catatan saya mari konkretkan untuk menyelesaikan lahan bekas kombatan, Tapol-Napol, dan korban konflik. Dan kemudian meminta kepada siapa pemengang mandat tertinggi sehingga masukan ini harus sampai kepada presiden," tutup Bakti. source

0 Komentar

close