Apotek Meringis, Omzet Anjlok 50% sejak Larangan Obat Sirup

Larangan penjualan dan konsumsi obat sirup telah memukul bisnis farmasi. Sejumlah apotek telah mengalami penurunan omzet yang signifikan sejak Kemenkes menginstruksikan larangan sementara penjualan semua obat bebas dalam bentuk sirup kepada masyarakat, pada Selasa (18/10/2022).

Berdasarkan hasil penelusuran CNBC Indonesia, Jumat (21/10/2022), terhadap enam apotek di Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, seluruh apotek menyatakan bahwa omzet mereka mengalami penurunan signifikan dari 10 hingga 50 persen.

Ika Usita Sari, Apoteker Penanggung Jawab (APJ) K24 cabang Ruko Vienna, Gading Serpong mengaku, omzet penjualan mereka mulai menurun sejak Kemenkes mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kemenkes Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.

"Ada penurunan omzet, tapi secara pasti kita belum tahu. Sekitar kurang lebih 30 persen, lah," sebut Ika ketika dikonfirmasi CNBC Indonesia.

Berbeda dengan K24, Apotek Murni yang berada di ruko yang sama menyebutkan bahwa omzet penjualannya menurun hingga 50 persen meskipun mereka masih menjual obat sirup di luar daftar 5 merek yang dilarang BPOM.

"Ada (penurunan omzet). Hampir 50 persen, lah, ya. Sebagian orang mungkin sudah benar-benar takut karena awalnya info yang beredar, kan, parasetamol. Itu berpengaruh banget," ungkap Petrisya, Asisten Apoteker Apotek Murni.

Petrisya juga menduga, anjloknya penjualan juga dipengaruhi oleh informasi simpang siur yang beredar dan diterima masyarakat melalui media sosial TikTok. Dalam sejumlah video TikTok, disebutkan bahwa terdapat sekitar 30 obat yang dilarang BPOM dan Kemenkes.

"Tadi beberapa orang baru ngomong kalau di TikTok ada yang menyebarkan kalau sekitar 25 sampai 30 item dilarang, padahal resminya di BPOM, kan, baru lima," ujar Petrisya menceritakan dugaannya.

Sementara itu, Vitria, ibu yang memiliki anak balita, mengaku biasa menggunakan obat herbal seperti madu dan obat anal ketika anak demam tinggi. Namun, setelah ada larangan konsumsi obat sirup, dia lebih mengutamakan tindakan pencegahan dengan memastikan bahwa anak balitanya mendapat asupan air putih yang cukup. 

"Kalau ke anak, saya selalu nanya pipisnya warna apa. Kalau warnanya keruh, berarti kurang minum. Jadi kita yang harus aware ke anaknya."

Sebelumnya, BPOM telah melakukan pengujian dan sampling terhadap jenis obat sirup yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

Pengujian tersebut dilakukan terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai Rabu (19/10/2022). Hasilnya, BPOM menemukan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 (lima) produk berikut:

  • Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
  • Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
  • Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
  • Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
  • Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.

Sesuai acuan Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari. Berdasarkan hasil pengujian, kelima obat tersebut menggunakan EG yang melebihi ambang batas aman. source

0 Komentar

close