DPP LDII Gelar Webinar Pencegahan Stunting Sambut Generasi Emas 2045

DPP LDII menggelar webinar Pencegahan Stunting dan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) secara hybrid dari Pondok Pesantren Minhajurrosyidin, Jakarta Timur, Sabtu (26/11).

Webinar yang mengusung tema “Aksi Bersama Cegah Stunting” ini dihelat dengan melibatkan instansi pemerintah dianaranya, Kementerian KKP, Kemenkes dan BKKBN. 

Kegiatan tersebut sebagai bentuk kontribusi LDII untuk pemerintah dalam mendukung pembangunan program berkelanjutan.

Dalam acara ini, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan, webinar ini merupakan edukasi kepada warga LDII terutama para calon ibu untuk mengenali cara pencegahan stunting. Sekaligus mendukung dan terlibat dalam menjalankan program pemerintah.

“Ini merupakan langkah dalam mencegah stunting secara jangka panjang serta berkesinambungan, harapannya para pengurus LDII bisa turut aktif dalam pencegahan stunting hingga ke lingkup akar rumput," ujarnya.

"Sehingga target yang sudah direncanakan pemerintah terkait penurunan angka prevelensi stunting sebesar 14,4 persen di tahun 2024 dapat tercapai, juga mencetak individu yang unggul untuk Generasi Emas 2045,” ujar KH Chriswanto.

Selain webinar, di tempat yang sama, diadakan juga kegiatan mewarnai yang diikuti anak-anak TK binaan LDII, Bimtek UMKM untuk produk perikanan diikuti mahasiswa STAIMI dan sosialisasi cara mengolah ikan yang diikuti para guru ponpes.

Cegah Stunting Sejak Dini

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (BKKBN) Nopian Andusti mengatakan, langkah pencegahan stunting yang paling utama harus dilakukan sejak dini bahkan sebelum pernikahan. 

“Stunting bukan penyakit tapi kondisi pertumbuhan pada anak-anak yang terhambat atau tidak memenuhi standar. Standar stunting perlu diturunkan,” katanya.

Stunting akan mengakibatkan rendahnya perkembangan kognitif anak dan volume otaknya berbeda. Kondisi stunting ini bisa terjadi sampai dewasa. “Kualitas manusianya tentu jadi menurun seiring dengan naiknya grafik stunting,” ujar Nopian.

Angka prevelensi stunting di Indonesia yang tadinya mencapai 27,7 persen sejatinya menurun dalam perkembangan terakhir yakni sebesar 24 persen. Pemerintah sendiri telah menargetkan program penurunan stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024 mendatang.

Untuk mencegah stunting, calon pasangan usia subur harus dipastikan dalam kondisi sehat reproduksi dan fisik ketika menikah. “Sayangnya saat ini masih memprihatinkan. Kondisi kesehatan tidak memenuhi standar dan tinggi badan juga berkurang,” kata Nopian.

Kehamilan di usia remaja Nopian mengatakan sedapat mungkin dihindari. Menurunkan angka perkawinan anak juga perlu dilakukan. 

"Karena hal ini bisa meningkatkan risiko terjadinya stunting sebab nutrisi yang terbagi antara ibu bayi dengan bayi yang dikandung," tegasnya.

Menurutnnya, BKKBN telah membangun aplikasi siap nikah untuk para calon pengantin. Aplikasi ini untuk memudahkan melakukan screening kesehatan. Para calon pasangan hanya perlu input hasil kesehatan. Sistem yang akan menampilkan ketentuan ideal memiliki keturunan dari hasil screening tersebut.

Selain itu, Nopian menjelaskan, BKKBN juga membentuk tim pendamping keluarga (TPK) yang bekerja di tiap kelurahan dalam melakukan pendampingan dan bimbingan untuk menjalankan program ini. “Keluarga juga dapat konsul langsung dengan tpk tersebut melalui aplikasi,” jelasnya.

Nopian berharap para ormas dan lembaga berkoordinasi dan bersinergi dalam menginformasikan pencegahan stunting ke masyarakat, “Melalui LDII dapat dilakukan advokasi kebijakan yg belum berjalan.”

Sejalan dengan Nopian, Ketua Tim Kerja Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja, Direktorat Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, Inti Mujiati mengatakan peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing menjadi tantangan besar.

Inti mengatakan, ada dua hal penyebab terjadinya stunting salah satunya adalah kualitas makanan. Ia mengapresiasi penerapan langsung LDII melalui gerakan memasyarakatkan makan ikan. Yang kedua, infeksi atau sakit juga akan mempengaruhi status gizi.

Penyebab tidak langsung seperti pola asuh yang buruk, pemilihan makanan, sanitasi, serta pelayanan kesehatan umum.

Stunting merupakan masalah kesehatan yang menjadi sorotan. Gangguan kognitif metabolik hal ini menjadi dampak penyakit tidak menular namun berat.

“Menilik bonus demografi, usia produktif potensial lebih tinggi dari yang tidak produktif. Jika tidak diperbaiki menjadi dampak bagi pembangunan nasional,” ujarnya. Secara ekonomi negara akan mengalami kerugian besar karena harus menanggung dana kesehatan.

Terkait hal tersebut, Plt. Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ishartini mengatakan menggalakan dan mengkampanyekan program GEMARIKAN sebagai penanganan masalah gizi buruk, termasuk penurunan angka stunting.

Angka konsumsi ikan indonesia termasuk besar. Dengan program GEMARIKAN, dapat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan di hulu dan industri pengolah ikan di hilir. “Bahan baku ikan sudah banyak masuk menjadi industri kuliner. Banyaknya produksi terserap, golnya meningkatkan kualitas SDM,” katanya.

0 Komentar

close