Ini Sosok Rasmus Paludan, Pembakar Al-Quran, Diusir Denmark Diterima Di Swedia

Beberapa waktu lalu, dunia internasional dihebohkan dengan aksi ekstrimis politikus kanan Swedia, Rasmus Paludan, yang membakar kitab suci kaum Muslimin, Al-Quran. Aksinya itu menuai kecaman berat dan membuat Swedia kesulitan untuk bergabung dengan NATO.

Sebenarnya, siapa itu Rasmus Paludan, mengapa aksi ekstrimnya justru dijaga ketat oleh aparat pemerintah, apa yang mendasari aksinya untuk memprovokasi Islam se-ekstrim itu, apakah ada motif dibalik aksinya tersebut?

Rasmus Paludan, yang merupakan pria kelahiran Denmark, merupakan seorang politikus, pengacara, dan ekstrimis sayap kanan. Sebelum dirinya resmi menjadi warga Swedia, ia juga sudah melalang buana dan memercikkan percikan api kontroversi selama perjalanan karirnya sebagai anti-Islam

Pada tahun 2017, Paludan mendirikan partainya Stram Kurs yang mempunyai ideologi kuat anti-islam dan anti-imigran barat. Paludin sendiri dikenal sebagai sosok yang berani untuk menyuarakan ideologinya di tempat-tempat mayoritas imigran muslim. Sebelum aksinya beberapa waktu lalu, Paludan sebelumnya juga pernah membakar Al-Quran dalam aski-aksinya.

Pada tahun 2019, Paludan berdemo di Viborg, Denmark yang berujung ricuh setelah didatangi 100 orang yang mengecam aksinya. Pada demo tersebut, 100 orang ditangkap dan membuat seorang pemuda berkebangsaan Suriah-Denmark dipenjara selama 60 hari dan dideportasi setelahnya.

Pada tahun berikutnya, Pada Juni 2020 pada aksi demonstrasinya di Aarhus, ia diserang oleh seorang pria berusia 52 tahun dengan pisau. Pria tersebut mengalami luka tembak di bagian kaki sebelum dapat menyerang Paludin.

Tak lama setelahnya, Paludan pun masuk daftar hitam di Denmark dan tak dapat masuk ke negara asalnya selama dua tahun, dan pada Oktober di tahun yang sama, ia resmi mejadi warga Swedia berkat keturunan dari keluarga ayahnya.

Pada April 2022, Paludan Kembali berencana untuk memprovokasi kaum Muslimin dengan melancarkan demonstrasi di kota-kota besar Swedia, dan tentunya dengan diiringi dengan aksi pembakaran Al-Quran. Rencanya ini mendapat kecaman keras dan berujung aksi ricuh, menyebabkan hancurnya fasilitas-fasilitas publik di Swedia.

Tak berhenti sampai disana, seperti yang kita ketahui, baru-baru ini Paludan kembali melancarkan aski Pembakaran Al-Quran di depan kedutaan Turki. Menurut beberapa laporan media, aksi Paludin ini sendiri merupakan protes terhadap Turki yang memberikan syarat untuk merepatriasi aktivis Partai Pekerja Kurdistan jika ingin mendapatkan restu dari Ankara dan bergabung dengan NATO.

Banyak yang bertanya mengapa ia bisa dengan bebas melancarkan aksi penistaan agama seekstrim ini.

Pemerintah Swedia dan Denmark memberikan tanggapan kalua aksi Paludan adalah bagian dari “kebebasan berekspresi” yang mana bagian dari demokrasi. Swedia dan Denmark sendiri juga tak punya undang-undang yang mengatur tentang ujaran kebencian dan penistaan agama.

Swedia sendiri sebelumnya pernah mempunyai UU penistaan agama, namun dihapus sekitar tahun 1970-an.

Budaya masyarakat Swedia sendiri juga mempercayai kalua ruang public harus menjadi arena sekuler non-agam yang mana semua orang harus diperlakukan sama dan dapat mengikuti aturan sosial tanpa memandang jenis kelamin, etnis, dan latar belakang budaya atau agama.

Aksi ekstrim Paludan ini menyebabkan Swedia dikecam oleh dunia internasional. ASEAN secara serempak menyatakan kecamannya terhadap aksi Paludan. Beberapa negara Eropa seperti Finlandia dan Hungaria menyayangkan Swedia yang membiarkan Paludan bebas melakukan aksi provokatifnya tersebut. Selain itu, aksi yang dimaksud untuk memprotes syarat masuk NATO dari Turki kemungkinan besar malah akan membuat Swedia semakin sulit untuk bergabung dengan aliansi tersebut. source

0 Komentar

close