Meugang, Tradisi Aceh Menyambut Bulan Ramadan dan Hari Raya Warisan Kerajaan yang Dilestarikan Hingga Kini

Meugang atau juga dikenal dengan berbagai sebutan seperti Makmeugang, Haghi Mamagang, Uroe Meugang atau Uroe Keuneukoh, adalah salah satu tradisi menyambut bulan Ramadan yang masih dilestarikan oleh masyarakat Aceh yang mayoritas Muslim.

Meugang berasal dari bahasa Aceh yang artinya adalah pasar. Pada hari-hari biasa, pasar tidak banyak dikunjungi masyarakat. Namun demikian, ketika menyambut bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, masyarakat akan ramai mendatangi pasar sehingga munculah istilah “Makmu that gang nyan” (makmur sekali pasar itu) atau Makmeugang.

Berikut ini paparan tentang tradisi menyambut bulan Ramadan di Aceh, yang diwarisi sejak zaman kerajaan dan lestari hingga kini.

Sejarah Meugang

Tradisi Meugang telah muncul bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Aceh pada sekitar abad ke-14 M. Sejarawan Ali Hasjimy menyebutkan bahwa tradisi ini sudah dimulai sejak masa kerajaan Aceh Darussalam.

Tradisi Meugang ini dilaksanakan oleh kerajaan di istana yang dihadiri oleh para sultan, menteri, para pembesar kerajaan serta ulama.

Pada hari itu, raja memerintahkan kepada balai fakir yaitu badan yang menangani fakir miskin dan dhuafa untuk membagikan daging, pakaian dan beras kepada fakir miskin dan dhuafa.

Semua biayanya ditanggung oleh bendahara Silatu Rahim, yaitu lembaga yang menangani hubungan negara dan rakyat di kerajaan Aceh Darussalam.

Sementara itu, Denys Lombard dalam bukunya “Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda” menyebutkan adanya upacara Meugang di Kerajaan Aceh Darussalam, bahkan menurutnya, di sana ada semacam peletakan karangan bunga di makam para sultan.

Ada yang menyebutkan bahwa perayaan Meugang ini dilaksanakan oleh Sultan Iskandar Muda sebagai wujud rasa syukur raja menyambut datangnya bulan Ramadhan, sehingga dipotonglah lembu atau kerbau, kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada rakyat.

Setelah perang dan masuk penjajah Belanda, tradisi tersebut juga masih dilakukan yang dikoordinir oleh para hulubalang sebagai penguasa wilayah. Begitulah hingga saat ini tradisi Meugang terus dilestarikan dan dilaksanakan oleh berbagai kalangan masyarakat dalam kondisi apa pun.

Pelaksanaan Meugang

Meugang sangat penting bagi semua lapisan masyarakat di Aceh karena sesuai dengan anjuran agama Islam, datangnya bulan Ramadan sebaiknya disambut dengan meriah, begitu juga dengan dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Jika pada hari-hari biasa masyarakat Aceh terbiasa menikmati makanan dari sungai maupun laut, maka menyambut hari istimewa yaitu hari Meugang, masyarakat Aceh merasa daging sapi atau lembu yang terbaik untuk dihidangkan.

Konteks Meugang di Masa Kini

Saat ini, tradisi Meugang telah menjadi sebuah budaya yang sangat penting bagi masyarakat Aceh. Walaupun pelaksanaannya sudah berubah, namun nilai dan makna yang terkandung di dalamnya masih tetap sama.

Seiring dengan perkembangan zaman, Meugang yang dulunya hanya dilaksanakan oleh keluarga kerajaan, sekarang telah menjadi sebuah acara yang dirayakan oleh semua lapisan masyarakat Aceh.

Di era modern ini, Meugang dilaksanakan dengan cara yang lebih mudah dan efisien. Beberapa pusat penjualan sapi, kambing, ayam dan bebek dibuka di setiap wilayah, sehingga masyarakat lebih mudah memperoleh daging yang akan diolah untuk acara Meugang.

Selain itu, ada juga beberapa toko online yang menjual daging untuk acara Meugang, sehingga masyarakat tidak perlu repot-repot untuk pergi ke pasar atau ke gampong untuk membeli daging.

Meskipun Meugang sudah menjadi sebuah acara yang dirayakan oleh semua lapisan masyarakat, namun nilai-nilai kebersamaan dan kegotong-royongan masih tetap dijaga. Proses persiapan acara Meugang biasanya dilakukan bersama-sama, mulai dari memotong daging hingga memasaknya.

Dalam acara Meugang, masyarakat Aceh biasanya tidak hanya menikmati hidangan daging, tetapi juga menikmati berbagai hidangan lainnya yang disajikan oleh keluarga dan tetangga.

Selain itu, acara Meugang juga sering dijadikan sebagai ajang silaturahmi antar keluarga dan tetangga. Hal ini sangat penting dalam budaya Aceh, karena dengan silaturahmi maka terjalinlah keakraban dan solidaritas antar masyarakat.

Oleh karena itu, tidak jarang masyarakat Aceh yang tinggal di luar daerah akan pulang kampung khusus untuk merayakan tradisi Meugang bersama keluarga dan tetangga. source

0 Komentar

close