Syahrul Yasin Limpo Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Sebesar Rp 13,9 Miliar

Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Kasus yang melibatkan dirinya diduga berkaitan dengan aliran uang sebesar Rp 13,9 miliar bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Muhammad Hatta. 

Saat ini, KPK juga telah menetapkan Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (11/10), Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan laporan dari masyarakat, yang dilengkapi dengan informasi dan data yang akurat, memicu tahap penyelidikan untuk menemukan tindak pidana. Proses ini kemudian berlanjut hingga terdapat cukup alat bukti untuk menetapkan tersangka.

Menurut Johanis, Syahrul Yasin Limpo, yang menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019-2024, diduga terlibat dalam kebijakan personal yang berhubungan dengan pungutan dan setoran uang, termasuk melibatkan pegawai ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, termasuk keluarganya.

"SYL menginstruksikan KS dan MH untuk menarik sejumlah uang dari unit-unit eselon I dan eselon II dalam bentuk tunai, transfer rekening bank, serta pemberian barang dan jasa," ujar Johanis.

Johanis menjelaskan, sumber uang ini berasal dari anggaran Kementan yang telah di-mark up, termasuk permintaan uang kepada vendor yang menerima proyek di Kementerian tersebut.

KPK menduga, atas perintah dari Syahrul Yasin Limpo, Kasdi dan Muhammad Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan uang dari berbagai level kepemimpinan di Kementan dengan besaran nilai yang telah ditentukan oleh SYL, berkisar antara USD 4000 hingga USD 10.000.

"Penerimaan uang melalui KS dan MH, yang mewakili SYL, dilakukan secara rutin setiap bulan dengan menggunakan mata uang asing," kata Johanis.

Uang dari pungutan dan setoran ini kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi politikus dari Partai Nasdem, termasuk pembayaran cicilan kartu kredit dan mobil Alphard. Total uang yang telah dinikmati oleh para tersangka diperkirakan mencapai Rp 13,9 miliar.

Ketiga tersangka ini dikenakan dakwaan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

0 Komentar

close