Guru Besar UNPAD Anggap Pencalonan Gibran Sebagai Cawapres Cacat Legitimasi dan Inkonstitusional

Proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto menuai polemik.

Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara 90/PUU-XXI/2023 dianggap cacat legitimasi dan inkonstitusional.

Kisruh hukum tentang majunya Gibran mendapat kritikan tajam dari Guru Besar Hukum Tata Negara, Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harjanti.

Menurut Susi Dwi Harjanti, keputusan tersebut cacat legitimasi setelah majelis kehormatan MK menemukan Anwar Usman terbukti bersalah dan melakukan pelanggaran.

Ia menambahkan bahwa legitimasi dalam konteks pencalonan harus dilihat dari berbagai perspektif, termasuk aspek politik dan hukum.

Putusan 90, menurutnya, membuka ruang tanya apakah keputusan tersebut memenuhi syarat hukum tertentu untuk menjadi dasar pencalonan Gibran.

Dari awal, permohonan uji materi terkait usia Capres-Cawapres dianggap bermasalah, mencakup hukum acara, legal standing, dan pertanyaan terkait syarat hukum yang diperlukan.

Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA), Herry Mendrofa, menilai bahwa pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berpotensi membuka pelanggaran lebih lanjut.

Ia menyoroti pro-kontra dan pelanggaran etik dalam proses pencalonan, menekankan bahwa calon ini memiliki banyak kelemahan etik dan manuver yang potensial menjadi pelanggaran pemilu.

Persoalan legitimasi juga menjadi fokus perhatian, karena otoritas seorang pemimpin bergantung pada legitimasi.

Herry mengkhawatirkan adanya manuver inkonstitusional, pelanggaran etik, dan penggunaan otoritas untuk menutupi kesalahan, membuka potensi pelanggaran selanjutnya.

Keberlangsungan pelanggaran terkait penggunaan alat negara dalam pemilu menjadi perhatian, menciptakan ketidaknetralan aparat penegak hukum dalam Pemilu 2024. source

0 Komentar

close