Dulu Corona Mengganas di Italia Kini Bebas Masker

Italia yang dulu menjadi negara dengan kasus Covid-19 terparah di Eropa bahkan salah satu yang terburuk di dunia, kini sudah menyatakan risiko rendah terpapar infeksi dan bebas masker.

Baca Juga: Viral Wanita Menghina Alquran dan Bakar Bendera Merah Putih

Dalam dekrit yang mulai berlaku Senin (28/6/2021), Kementerian Kesehatan Italia untuk pertama kalinya mengklasifikasikan semua 20 wilayah sebagai zona putih, yang berarti risiko rendah sesuai tingkat keparahan zona di negara itu.

Itu berarti masker wajah tidak wajib dipakai di luar ruangan.

Lantas apa yang dilakukan Italia untuk membalikkan roda nasib mereka? Berikut adalah cara-caranya.

Baca Juga: 513 Warga Aceh Timur Mengungsi karena Bau Gas yang Menyengat

1. Lockdown lama, tes dan penelurusan yang efektif

BBC pada 1 Oktober 2020 melaporkan, sebenarnya sulit menentukan dengan tepat mengapa Italia mengalami penurunan kasus baru Covid-19.

Tingkat pengujiannya tidak terlalu tinggi, bahkan Inggris melakukan tiga kali lebih banyak.

Akan tetapi tes swab tersedia luas dan rapid test sekarang dilakukan di beberapa bandara, stasiun kereta api, dan sekolah, jadi tidak ada kendala akses seperti di sejumlah negara.

Italia juga menyediakan tes Covid-19 untuk anak kecil.

Perhatian mereka dialihkan dengan permen lolipop atau gambar-gambar berwarna saat tes swab sampai selesai.

Tes Baby Drive-in di Roma ini melayani anak-anak dari bayi baru lahir hingga usia enam tahun.

Hasilnya keluar dalam waktu 30 menit. Jika negatif si kecil boleh kembali ke penitipan atau sekolah.

Penjelasan lain paling masuk akal adalah kombinasi pengujian dan pelacakan yang efisien, serta lockdown lama.

Italia adalah negara pertama di dunia yang ditutup secara nasional dan termasuk yang terakhir membuka kembali.

Baca Juga: Gubernur Aceh Nova Iriansyah sudah Negatif Covid-19, Sembuh dari Corona setelah Menjalani Isolasi Mandiri 27 Hari

2. Tahapan Italia lockdown

Italia awalnya mengkarantina kota-kota, kemudian wilayah Lombardy di utara, lalu seluruh semenanjung dan pulau-pulaunya, meski hampir tidak ada virus corona di sebagian besar Italia tengah dan selatan kala itu.

Kebijakan tersebut tidak hanya mencegah pekerja di industri utara untuk pulang ke rumah di selatan, tetapi juga mendorong tanggapan nasional yang terpadu.

Awal wabah virus corona di Italia terpusat di rumah sakit yang membeludak, tetapi walau melelahkan pada akhirnya membuat dokter dan perawat bisa mempercepat pelacakan kontak.

Lockdown Italia pada akhirnya berefek penurunan kasus dan mengurangi kemungkinan kontak dengan seseorang yang terinfeksi.

Pada akhir lockdown Italia, sirkulasi virus turun tajam, dan di beberapa wilayah tengah dan selatan hampir tidak ada rantai penularan sama sekali.

Baca Juga: Viral Pria Asal Indonesia Bugil Serang Warga di Jepang

3. Tindakan setelah lockdown

Italia tidak berpuas diri begitu saja setelah lockdown berakhir, dan justru bergegas meneliti lebih lanjut wabah Covid-19 yang menerpa mereka.

New York Times pada 31 Juli 2020 menerangkan, setelah awal yang buruk, Italia mengonsolidasikan atau setidaknya mempertahankan aturan-aturan lockdown melalui kombinasi kewaspadaan dan keahlian medis.

Pemerintahannya mengambil kebijakan yang dipandu oleh komite ilmiah dan teknis.

Dokter, rumah sakit, dan petugas kesehatan setempat mengumpulkan lebih dari 20 indikator virus setiap hari dan mengirimkannya ke otoritas regional, yang kemudian meneruskannya ke Institut Kesehatan Nasional.

Hasilnya adalah laporan mingguan yang menjadi dasar kebijakan. Semua yang dijalani Italia selanjutnya jauh dari kata panik, berbeda seperti awal Maret.

Baca Juga: Polisi Tangkap Pengemudi Pajero yang Aniaya Sopir dan Pecahkan Kaca Truk

4. Tidak ragu untuk lockdown kedua

Oleh karena kebijakannya diambil berdasarkan sains, Pemerintah Italia tidak ragu saat menerapkan lockdown kedua ketika kasus Covid-19 kembali melonjak.

Pada awal Agustus 2020 parlemen Italia mengumumkan keadaan darurat hingga 15 Oktober setelah Perdana Menteri Giuseppe Conte memperingatkan, tidak boleh lengah karena virus masih beredar.

Kebijakan tersebut memungkinkan pemerintah untuk tetap melakukan restriksi dan merespons dengan cepat, termasuk dengan lockdown, untuk setiap klaster baru.

Pemerintah juga membatasi kedatangan dari puluhan lebih negara ke Italia, karena impor virus termasuk faktor lonjakan kasus.

“Ada banyak situasi di Perancis, Spanyol, Balkan, yang berarti bahwa virus itu tidak hilang sama sekali,” kata Ranieri Guerra, asisten direktur jenderal untuk inisiatif strategis di WHO yang juga dokter Italia.

Baca Juga: Kepergok Cium Ajudan, Menkes Inggris Matt Hancock Mengundurkan Diri

5. Nyawa orang lebih penting daripada ekonomi

Tidak diragukan lagi bahwa lockdown merugikan Italia secara ekonomi.

Selama tiga bulan, bisnis dan restoran harus tutup, pergerakan masyarakat juga sangat dibatasi. Bahkan perjalan antarwilayah, antarkota, dan tempat wisata dihentikan.

Italia waktu itu diperkirakan akan kehilangan sekitar 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2020.

Namun para pejabat Italia lebih mengutamakan nyawa orang dibandingkan perekonomian.

"Kesehatan orang-orang Italia datang dan akan selalu menjadi yang utama," kata Conte saat itu.

Strategi lockdown total memang sempat dianggap berlebihan oleh para kritikus karena melumpuhkan roda ekonomi.

Namun akhirnya terbukti cara itu lebih baik daripada menggerakkan kembali perekonomian saat virus corona masih menyebar luas, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko.

Baca Juga: Viral Video ABG Melecehkan Salat Sambil Merokok

6. Gencarkan vaksinasi

Sepertiga penduduk Italia di atas usia 12 tahun telah divaksinasi sampai Minggu (27/6/2021), atau tepatnya 17.572.505 orang, menurut data Pemerintah "Negeri Pizza".

Italia juga berencana memberikan semua warganya vaksinasi gratis untuk melawan virus corona, yang dimulai dari dokter dan penghuni panti jompo, setelah vaksinnya disetujui.

Menteri Kesehatan Roberto Speranza mengatakan, Italia telah menandatangani kontrak untuk vaksin dari AstraZeneca, Johnson & Johnson, Sanofi, Pfizer, CureVac, dan Moderna. source

0 Komentar

close