Kapolda Aceh Diminta Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi Beasiswa

Massa Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan Aceh (AMPPA) berunjuk rasa di depan kantor Kepolisian Daerah Aceh. Mereka meminta Kepala Polda Aceh Irjen Pol Wahyu Widada menuntaskan kasus beasiswa pendidikan tahun 2017 yang melibatkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.

“Ini juga sebagai momentum bagi Kapolda Aceh yang baru untuk mengusut kasus ini sampai tuntas. Kami akan terus kawal kasus ini sampai selesai,” kata koordinator lapangan aksi, Hasbi Bancin, Selasa, 15 September 2020.

Hasbi mengatakan kasus beasiswa tersebut pernah ditangani oleh Polda Aceh namun sampai saat ini tidak ada kejelasan. Hasbi berharap kepolisian tidak menghentikan kasus ini di tengah jalan dan mengungkapkan perkembangan kasus ini secara transparan.

Aditya Teguh Purnama, salah satu pengunjuk rasa, mengingatkan bahwa kasus beasiswa pendidikan menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara. Dan ini, kata dia, adalah kejahatan besar. Inspektorat Aceh, kata Aditya, mengatakan kasus ini melibatkan 24 anggota DPR Aceh yang saat ini masih menjabat dan tidak menjabat.

Dalam laporan inspektorat disebutkan bahwa jumlah penerima yang diusulkan dewan mencapai 852 usulan dewan. Terdapat 86 penerima yang mengajukan permohonan secara mandiri. Saat diverifikasi oleh LPSDM, mahasiswa yang layak menerima beasiswa hanya 803 yang tengah menempuh pendidikan di jenjang D3, D4, S1, S2, dam S3, serta dokter spesialis. Mereka tersebar di lembaga pendidikan dalam dan luar negeri.

Di dalam DPA BPSDM, anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 109 miliar lebih dengan realisasi Rp 96 miliar. Dari jumlah tersebut, yang dialokasikan untuk pendidikan Rp 22 miliar dengan realisasi Rp 19 miliar lebih.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa bantuan yang disalurkan mencapai Rp 19,854,000.000 kepada 803 mahasiswa. Namun hasil konfirmasi terhadap 197 mahasiswa penerima Rp 5,2 miliar. Sementara Rp 1,1 miliar belum diterima oleh mahasiswa penerima. Uang itu masih tertahan di tingkat penghubung atau koodinator.

Ada empat modus pemotongan yang dilakukan, yakni dana buku rekening dan ATM penerima dikuasai oleh penghubung, penghubung meminta uang secara tunai kepada mahasiswa, mahasiswa penerima mentransfer uang mereka terima kepada penghubung, dan penghubung membuat rekening atas nama mahasiswa tanpa sepengetahuan mahasiswa tersebut.

Saat dikonfirmasi kepada penerima beasiswa tersebut, uang beasiswa mereka dipotong dalam jumlah variatif, antara Rp 7 juta hingga Rp 28 juta. Bahkan salah seorang mahasiswa mengaku memberikan uang tersebut kepada penghubung di kompleks perumahan anggota DPR Aceh.

Selain pemotongan, Inspektorat Aceh juga mendapati sejumlah permasalahan, seperti bantuan pendidikan disalurkan tanpa kerja sama dengan rektorat dan lembaga penyelenggara pendidikan, mahasiswa menerima bantuan pendidikan duplikasi dengan sumber lain, bantuan pendidikan tidak sepenuhnya digunakan untuk mendukung penyelesaian studi, penerima bantuan tidak memenuhi kualifikasi sebagai penerima, dan penerima bantuan tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Atas temuan tersebut, Inspektorat Aceh meminta anggota dewan yang menyalurkan bantuan tersebut kepada orang-orang yang mereka atur untuk mengembalikan uang tersebut ke kas daerah. Inspektorat juga menyerahkan perkara ini kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti. source

0 Komentar

close