MoU Helsinki dan UUPA Tak Dituntaskan, Komisi A DPRK Se–Aceh Ancam Referendum


Banda Aceh - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah melaksanakan rapat koordinasi dengan Komisi A DPRK se Aceh mengenai kondisi politik di Aceh dan evaluasi 14 tahun perdamaian Aceh, di ruang serbaguna DPRA, Rabu (19/6).

Rapat tersebut melahirkan beberapa rekomendasi yang telah disepakati oleh Komisi I DPRA dengan perwakilan Komisi A DPRK dari berbagai kabupaten/kota yang mengikuti pertemuan tersebut. Termasuk wacana referendum jika MoU Helsinki dan UUPA belum dituntaskan secara baik.

Ketua Komisi I DPRA, Azhari Cage mengatakan, rekomendasi yang mereka keluarkan tersebut adalah kesepakatan bersama Komisi A DPRK kabupaten/kota, hal ini muncul karena belum terealisasinya kesepakatan seperti yang tertuang dalam MoU Helsinki dan UUPA.

Kata Azhari, hingga saat ini hanya tiga kesepakatan damai yang telah terealisasi, yakni Partai Lokal, Dana Otonomi Khusus, dan Lembaga Wali Nanggroe. Sedangkan persoalan lainnya masih belum berjalan, seperti bendera dan lambang Aceh, Himne dan batas wilayah Aceh.

"Adanya rekomendasi ini menunjukkan bahwa DPRA dan DPRK kabupaten/kota se Aceh kompak tanpa membedakan aliran politik," kata Azhari saat melakukan konferensi pers usai rapat koordinasi tersebut.

Adapun tiga kesepakatan yang dituangkan dalam rekomendasi bersama tersebut antara lain, Komisi A kabupaten/kota perlu mengadakan paripurna untuk mengeluarkan keputusan mendesak pemerintah pusat untuk menuntaskan implementasi MoU Helsinki dan UUPA.

"Jika MoU Helsinki dan UUPA tidak dituntaskan segera, maka kami akan mengambil langkah – langkah konkrit untuk melaksanakan referendum," baca Azhari.

Kemudian, Komisi I DPR Aceh perlu mengadakan dengar pendapat dengan tokoh – tokoh Aceh yang melibatkan seluruh elemen.

Terakhir, mendesak Pemerintah Aceh dan DPR Aceh untuk membentuk badan percepatan penyelesaian implementasi MoU Helsinki dan UUPA.

"Dasar dari keluarnya rekomendasi ini untuk menjaga MoU Helsinki dan UUPA tidak berakhir seperti ikrar Lamteh," tuturnya.

Sebelumnya, mengenai implementasi MoU Helsinki dan UUPA, DPR Aceh juga telah membentuk tim advokasi dan kajian yang terdiri dari pimpinan dan anggota DPRA, akademisi, dan unsur praktisi.

Tim advokasi tersebut sudah berjalan sejak Maret 2019 dan berakhir hingga selesainya masa tugas anggota DPRA saat ini.

"Oleh karena itu, DPRA membentuk sebuah tim yang diberi nama tim Kajian dan advokasi MoU Helsinki 2005 dan UUPA Nomor 11 Tahun 2006, yang berfokus pada aspek kewenangan–kewenangan Aceh dan Pendapatan Aceh," ungkap Sulaiman saat jumpa pers di ruang Banggar DPRA, Selasa (18/6) kemarin.

Sumber

0 Komentar

close