Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Tidak Akan Seperti Sri Lanka

Negara Sri Lanka bangkrut. Dikhawatirkan, kebangkrutan negara yang merupakan tetangga Indonesia itu akan menjangkiti tetangganya, termasuk Indonesia.  

Namun, menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan, kondisi perekonomian Indonesia aman dan tidak akan mengalami kejadian seperti negara Sri Lanka yang bangkrut. Pasalnya, lanjut Sri Mulyani, Indonesia memiliki ketahanan yang lebih baik.

Diberitakan sebelumnya, negara Sri Lanka bangkrut setelah gagal mengatasi krisis ekonomi yang parah selama berbulan-bulan. Utang yang dimiliki negara ini menumpuk yang memicu gagal bayar oleh pemerintah Sri Lanka. Di sisi lain, cadangan devisa juga menipis.

Menurut Sri Mulyani, saat ini perekonomian di seluruh dunia memang sedang mengalami tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Di sisi lain, situasi geopolitik Rusia-Ukraina juga berdampak pada lonjakan harga komoditas pangan dan energi.

"Seluruh dunia sekarang menghadapi konsekuensi dari geopolitik dalam bentuk kenaikan harga bahan-bahan makanan dan energi yang mendorong lebih tinggi lagi inflasi, setelah tadinya sudah meningkat akibat pandemi," ujarnya dalam konferensi pers rangkaian Pertemuan G20 di Bali, Rabu (13/7/2022). 


Dia bilang, kenaikan inflasi yang tinggi juga dialami oleh negara-negara maju yang biasanya mengalami deflasi. Hingga pada akhirnya, kondisi lonjakan inflasi tersebut membuat negara-negara mengambil kebijakan antisipatif.  

Sri Mulyani mengingatkan, tidak semua negara memiliki ketahanan yang cukup untuk mampu bertahan di tengah ketidakpastian global.  

"Beberapa negara kalau kondisi awalnya tidak kuat, apalagi sesudah dua tahun dihadapkan pada pandemi, ketidakuatan itu dilihat dari berbagai faktor. Pertama, neraca pembayarannya, yaitu apakah trade account, capital account, dan cadangan devisa negara tersebut memadai dampaknya kepada nilai tukar," jelas Sri Mulyani.  

Selain itu, yang juga menjadi faktor adalah ketahanan ekonomi suatu negara berbeda-beda. Terlebih mengingat terjadinya kenaikan harga pangan dan energi, serta kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir. 

"Jadi kalau mereka mengalami kontraksi akibat pandemi dan belum pulih, ditambah dengan kemudian inflasi yang sekarang terjadi, ini akan makin menimbulkan kompleksitas suatu negara," ucap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.  

Faktor lain yang turut memengaruhi kemampuan bertahan suatu negara yaitu kebijakan moneter dan kondisi fiskalnya, serta kondisi utang pemerintah ataupun swasta dan kemampuan membayarnya. Hal itu sangat memengaruhi kemungkinan terjadinya krisis suatu negara.  

Sri Mulyani pun menilai, indikator-indikator ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi yang cukup baik. Dengan demikian, risiko resesi ekonomi yang dialami Indonesia hanya sebesar 3%, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Bloomberg.  

Kondisi tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan dengan negara lainnya yang bahkan memiliki potensi resesi lebih dari 70%. Kendati demikian, ia memastikan bahwa pemerintah tidak akan terlena dengan hal itu dan akan tetap mewaspadai ketidakpastian global.  

"Ini tidak berarti kita terlena, tapi tetap waspada. Namun, pesannya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan, naik itu fiskal, moneter, sektor finansial, dan regulasi lainnya untuk memonitor itu (potensi resesi), termasuk kondisi dari korporasi Indonesia," tegas Sri Mulyani.

Sekilas tentang negara Sri Lanka bangkrut Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada parlemen Selasa (5/7/2022), Sri Lanka sudah menjadi negara bangkrut dan penderitaan akut dari krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akan bertahan hingga setidaknya akhir tahun depan. 

Melansir Channel News Asia, negara Sri Lanka bangkrut setelah mengalami inflasi selama berbulan-bulan dan pemadaman listrik yang berkepanjangan setelah pemerintah kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barang vital. 

Wickremesinghe mengatakan negara yang pernah makmur itu akan mengalami resesi yang dalam tahun ini dan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan akan terus berlanjut. 

"Kami juga harus menghadapi kesulitan pada 2023," kata perdana menteri. "Inilah kebenarannya. Inilah kenyataannya." source

0 Komentar

close